Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, menilai maraknya teror kepada kelompok yang kritis terhadap pemerintah menandakan penguasa sedang gelisah.
"Pemerintah makin panik, terbukti makin gagal memimpin, makin menunjukkan pro pada gaya eksploitatif ekonomi," katanya saat dihubungi, Senin, 1 Juni 2020.
Terbaru teror menyerang komunitas mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum UGM. Mereka bahkan sampai membatalkan diskusi yang berjudul 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' yang sedianya berlangsung Jumat pekan lalu.
Peneliti HAM dan Perdamaian dari SETARA Institute, Selma Theofany, mengatakan serangan demi serangan itu merupakan upaya pembungkaman bagi mereka yang kritis terhadap pemerintah. Hal ini justru melukai proses demokrasi di Indonesia.
Menurut Selma, teror terjadi karena ada normalisasi ancaman kekerasan melalui teror di level negara maupun masyarakat. Di level negara, tindakan proaktif untuk menangani teror masih lemah sehingga negara tampak melakukan pembiaran.
"Pada kasus lain, negara juga tampak mempromosikan teror tersebut dengan menggunakan pasal karet untuk menghadirkan ketakutan terhadap pihak yang kritis sehingga mereka dibayangi oleh ancaman pidana," katanya lewat pesan singkat.
Pada level masyarakat, kata Selma, teror terjadi akibat polarisasi politik yang terbentuk. Pada kondisi ini masyarakat mudah terlibat ke dalam konflik.
0 comments:
Post a Comment